Minggu, 26 April 2015

Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010 (Tugas 2)



Nama  : Dewi Febriyanti
NPM    : 21211955
Kelas   : 4EB22

KATA PENGANTAR
          Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta dengan mencurahkan segala kemampuan yang ada pada diri penulis, maka akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kasus Kredit Macet Rp 52 Miliar Akuntan Publik Diduga Terlibat.” Maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sofstkill (Akuntansi Internasional). Tanpa bantuan dan dukungan moril ataupun material dari berbagai pihak, maka penulisan ilmiah ini tidak mungkin terselesaikan, untuk itu dengan segala kerendahan hati izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Olivia Febriya Anggarini selaku dosen mata kuliah Softskill (Akuntansi Internasional) yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Semoga dari adanya tugas ini dapat bermanfaat untuk kami dan untuk penambah pengetahuan bagi pembaca.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah
            Didalam era globalisasi ini tuntutan terhadap pemenuhan kebutuhan dalam jasa tenaga kerja meningkat. Beragam profesi dijadikan keahlian yang dituntut yang harus terpenuhi dalam dunia kerja. Didalam profesi etika adanya batasan-batasan khusus sehingga harus fokus dalam pencapaian optimal dalam suatu bidang yang dijalankan. Oleh karena itu perlu adanya etika sebagai dasar moral yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
         Pengertian etika itu ialah prilaku seseorang atau kebiasaan seseorang yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Sedangkan pengertian dari profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki keterampilan yang dipegang oleh seseorang. Sebuah etika didalam suatu profesi itu merupakan peran penting dalam kebenaran dan kejujuran atas apa yang sedang disedang dilakukan dalam suatu kegiatan.
        Tetapi ada saja kasus-kasus penyimpangan kode etik yang kian banyak terjadi. Padahal sudah dijabarkan secara jelas mengenai kode etik dalam suatu profesi yang telah disepakati. Salah satu contoh kasus etika profesi adalah Kasus Kredit Macet Rp 52 Miliar Akuntan Publik Diduga Terlibat.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk (BRI atau Bank BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di Indonesia. Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau "Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto", suatu lembaga keuangan yang melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.

1.2       Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis membahas masalah
mengenai :
1.    Bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi pada Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010?
2.  Etika profesi apa yang dilanggar pada Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010?

1.3       Batasan Masalah
            Dalam makalah ini penulis membatasi permasalahan yang akan dikemukakan agar tidak menyimpang dari pokok pembahasan, yaitu penulis hanya membahas kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010

1.4       Tujuan Masalah
            Tujuan yang dicapai dengan dilakukan makalah ini adalah :
1.  Untuk mengetahui bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi pada Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010?
2.   Untuk mengetahui Etika profesi apa saja yang dilanggar pada Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010?


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1       Kerangka Teori
2.1.1    Etika Profesi Akuntan         
          Etika adalah prilaku seseorang atau kebiasaan seseorang yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki keterampilan yang dipegang oleh seseorang. Sedangkan akuntan adalah seseorang yang memiliki gelar sarjana yang menempuh pendidikan di fakultas ekonomi jurusan akuntansi. Jadi yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang yang mempergunakan keahliaan dibidang akuntansi, seperti akuntan publik, akuntan intern, akuntan pemerintahan dll. Dan yang dimaksud dengan etika profesi akuntan yaitu ilmu yang membahas tentang prilaku manusia baik atau buruk dan sejauh mana dapat dipahami oleh pemikiran manusia yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan sebagai akuntan.
            Sebagai seorang akuntan harus mempunyai tanggung jawab dan disiplin yang tinggi. Etika Profesi Akuntan di Indonesia diatur oleh kode etik Akuntan Indonesia.  Maksud adanya kode etik akuntan adalah sebagai panduan atau sebagai aturan bagi seluruh anggota, baik sebagai akuntan publik, akuntan intern, dan akuntan pemerintah dalam memenuhi tanggung jawab tanggung jawabnya. Prinsip etika profesi akuntan dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawab kepada publik, pemakai jasa akuntan dan rekan. Prinsip ini memandu anggota agar memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar prilaku etika dan prilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berprilaku terhormat, bahkan harus dengan pengorbanan keuntungan pribadi.
            Di Indonesia, kode etik ini di gawangi oleh organisasi profesi akuntansi, Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ), Tujuan dari kode etik profesi akuntansi ini diantaranya adalah:
·         Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
·         Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
·         Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
·         Untuk meningkatkan mutu profesi.
·         Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
·         Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
·         Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
·         Menentukan baku standar
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia, meliputi 3 bagian:
1.      Prinsip Etika,
2.      Aturan Etika, dan
3.      Interpretasi Aturan Etika

Prinsip Etika memberikan dasar kerangka bagi Aturan Etika yang mengatur suatu pelaksanaan jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres serta berlaku untuk seluruh anggotanya, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan mengikat hanya kepada anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika adalah interpretasi jang ditetapkan oleh Badan yang di bentuk oleh Himpunan setelah mendengarkan/memerhatikan tanggapan dari anggota dan juga pihak berkepentingan yang lain, digunakan sebagai panduan menerapkan Aturan Etika tanpa bermaksud untuk membatasi lingkup dan juga penerapannya.

Prinsip Etika Profesi Akuntan
1.     Tanggung Jawab Profesi
Ketika melaksanakan tanggungjawabnya sebagai seorang profesional, setiap anggota harus mempergunakan pertimbangan moral dan juga profesional didalam semua aktivitas/kegiatan yang dilakukan..

2.      Kepentingan Publik
Setiap anggota harus senantiasa bertindak dalam krangka memberikan pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan yang diberikan publik, serta menunjukkan komitmennya sebagai profesional.

3.      Integritas
Guna menjaga dan juga untuk meningkatkan kepercayaan publik, tiap-tiap anggota wajib memenuhi tanggungjawabnya sebagai profesional dengan tingkat integritas yang setinggi mungkin

4.      Obyektivitas
Tiap individu anggota berkeharusan untuk menjaga tingkat keobyektivitasnya dan terbebas dari benturan-benturan kepentingan dalam menjalankan tugas kewajiban profesionalnya

5.      Kompetensi dan sifat kehati-hatian profesional
Tiap anggota harus menjalankann jasa profesional dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan serta memiliki kewajiban memepertahankan keterampilan profesional pada tingkatan yang dibutuhkan guna memastikan bahwa klien mendapatkan manfaat dari jasa profesional yang diberikan dengan kompeten berdasar pada perkembangan praktek, legislasi serta teknik yang mutahir.

6.      Kerahasiaan
Anggota harus menghormati kerahasiaan informasi selama melaksanakan jasa profesional dan juga tak boleh menggunakan ataupun mengungkapkan informasi tersebut jika tanpa persetujua terlebih dahulu kecuali memiliki hak ataupun kewajiban sebagai profesional atau juga hukum untuk mengungkapkan informasinya.

7.      Perilaku Profesional
Tiap anggota wajib untuk berperilaku konsisten dengan reputasi yang baik dan menjauhi kegiatan/tindakan yang bisa mendiskreditkan profesi.

8.      Standar Teknis
Anggota harus menjalankan jasa profesional sesuai standar tehknis dan standard proesional yang berhubungan/relevan. tiap tiap anggota memiliki kewajiban melaksanakan penugasan dari klien selama penugasan tersebut tidak berseberangan dengan prinsip integritas dan prinsip objektivitas

2.1.1 Pengertian Umum Kredit
         Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank di dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain pihak, penyaluran kredit mengandung resiko bisnis terbesar dalam dunia perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.
Dalam tulisan ini kami akan menguraikan secara ringkas tentang kredit bermasalah, khususnya kredit macet, mulai dari pengertian, indikasi kredit macet, bagaimana mengantisipasi sampai pada cara-cara penanganan dan penyelesaiannya.

2.1.2 Pengertian Kredit Macet
         Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.
Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993, hal: 220).

Adapun penyebab kredit macet
a.       Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b.      Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu, bank-bank Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap keseluruhan aset perbankan nasional.
Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya. Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet menimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah :

  1.  Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari. 
  2. Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi. 
  3. Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan. Efek domino itu sering negatif melalui pencairan dana dan melarikannya ke luar negeri. 
  4. Ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of reference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian macet tahun 2004, maka berusahalah dikaji atas dasar term of reference pada tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan asumsi. Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui apakah kredit macet itu karena error omission atau error commission. Jadi kesalahannya bisa saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan. Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena oknumnya yang salah, maka segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap menjaga asa praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus apakah oleh manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan professional atas dasar penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak bersalah akan ikut menjadi korbannya.

2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Munculnya Kredit Bermasalah/Macet
         Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditur adalah:
  1. Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan 
  2. Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan 
  3. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi 
  4. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman 
  5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit 
  6. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank 
  7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur lamaTidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216). Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara lain:
Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi;
  1. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani; 
  2. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur; 
  3. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain; 
  4. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius; 
  5. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam; 
  6. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan mengembalikan kredit). (Sutojo, 1999, hal: 334)

2.1.4 Indikasi Kredit Macet
         Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet sedini mungkin, dapat dilakukan dengan memperhatikan gejala-gejala sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal: 220-221).
Terjadinya penundaan yang tidak normal dalam penerimaan laporan keuangan, pembayaran cicilan atau dokumen lainnya. Adanya penyelidikan yang tidak terduga dari lembaga-lembaga keuangan lainnya mengenai nasabah tersebut:
  • Keluarnya anggota eksekutif perusahaan 
  • Terjadi perubahan kegiatan usaha misalnya masuknya pesaing baru atau produk baru yang sejenis 
  • Meningkatnya penggunaan fasilitas overdraft 
  • Perusahaan nasabah mengalami kekacauan 
  • Ditemukannya kegiatan ilegal atas usaha nasabah 
  • Permintaan tambahan kredit 
  • Permohonan perpanjangan atau penjadwalan kembali kredit 
  • Usaha nasabah yang terlalu ekspansif
2.1.5 Teknik-Teknik Pengendalian Kredit Macet
          Untuk menghindari terjadinya kredit macet, maka diperlukan pengendalian. Pengendalian tersebut menurut Pudjo Mulyono (1996:429) adalah sebagai berikut : “Salah satu fungsi manajemen dalam usaha penjaan dan pengamanan dalam pengawasan kekayaan bank dalam bentuk perkreditan yang lebih efisien untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan, dengan mendorong dipatuhinya kebijakan yang telah ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi yang benar”.
Teknik pengendalian kredit macet dapat diartikan sebagai suatu penentuan syarat-syarat prosedur pertimbangan ke arah kredit untuk menghilangkan risiko kredit tersebut tidak akan terbayar lunas. Langkah-langkah yang diambil oleh pihak bank untuk pengamanan kreditnya, pada pokoknya dapat digolongkan menjadi dua cara, yaitu teknik pengendalian preventif dan teknik pengendalian represif (Pudjo Mulyono, 1996).
a.       Teknik Pengendalian Preventif
Teknik pengendalian preventif adalah teknik pengendalian yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan kredit.Teknik pengendalian prevenif dapat dilakukan dengan melakukan penyeleksian debitur dengan cara melihat kelengkapan persyaratan permohonan kredit dan penilaian terhadap dibitur dengan menggunakan prinsip 6C, yang meliputi : character, capacity, capital, collateral, condition of economi dan constraint.
b.      Teknik Pengendalian Represif
Teknik pengendalian represif adalah teknik pengendalian yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit-kredit yang telah mengalami kemacetan. Strategi penyelesaian kredit dapat dilakukan dengan beberapa langkah antara lain : 
  1. Melalui negosiasi bank dengan debitur, bank dapat melakukan penguasaan sebagian atau seluruh hasil usaha, sewa barang agunan, apabila kredit belum berjalan dengan baik. 
  2. Pemberian surat tagihan 1, 2, dan 3.Pemberian surat tagihan dilakukan apabila jangka waktu pembayaran yang ditentukan telah habis.Hal ini dilakukan dengan tujuan pihak bank memberikan peringatan kepada debitur untuk segera mengangsur pokok pinjaman dan bunganya sesuai dengan kesepakatan pada waktu melakukan pengajuan kredit. 
  3. Penyerahan hak penagihan piutang kepada badan-badan resmi, yang tercatat secara yuridis berhak menagih piutang, seperti Pengadilan Negeri, Kejaksaan, dan lain-lain 
  4. Debitur macet dinyatakan pailit karena insolvency atau bangkrut, penagihannya dapat diajukan kepada Balai Harta Peninggalan (BHP), di mana kedudukan bank dapat sebagai kreditur preferent, bilamana bank telah melakukan pengikatan agunan, maka bank berhak menjual secara lelang sesuai ketentuan yang berlaku, dengan konsekuensi apabila hasil lelang masih ada sisa, maka sisa tersebut harus diserahkan kepada BHP dan apabila hasil lelang tidak mencukupi, maka sisa utang yang tidak terbayarkan tetap merupakan utang debitur yang harus dibayar. Dengan demikian teknik pengendalian kredit macet pada umumnya adalah memperkecil risiko bahkan sampai menghilangkan risiko yang mungkin timbul maupun sudah terjadi. Dari kedua langkah teknik pengendalian kredit tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam langkah-langkah teknik pengendalian kredit macet harus dimulai sedini mungkin sebelum variable penyebabnya berpengaruh terhadap aktivitas bank.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1     Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010
3.1.1    Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat
Selasa, 18 Mei 2010
KOMPAS
           Jambi,- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi dinilai bagaikan “Macan Ompong,” dalam menangani kasus Kredit macet BRI Jambi, atas dana yang digunakan PT.RPL / UD (Raden Motor.) yang jatuh tempo sejak 14 April 2008. Hingga berita ini diturunkan, belum juga berhasil menyeret siapa tersangkanya, hingga ke meja hijau (Pengadilan).
Awal mulanya UD Raden Motor mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan mengagunkan 36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden Motor tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli mobil bekas dan perbengkelan mobil atau otomotif.
Namun, Penggunaan kredit tersebut oleh PT RPL tidak sesuai dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu di nilai ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14 April 2008. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak PT RPL/ UD Raden Motor.
Berkaitan dengan hal itu, UD Raden Motor masih diberi jangka waktu selama satu tahun, untuk menjual asetnya, guna melunasi hutang dengan BRI. Tetapi tidak dilakukan oleh Raden Motor. Akhirnya Kejaksaan sempat menciumadanya pelanggaran tindak pidana korupsi dalam kasus pemberian kredit itu, dan adanya indikasi pengalihan aset-aset milik PT RPL/UD kepada orang lain, sehingga agunan atau jaminan yang ada di bank sudah dianggap tidak sah lagi.
Akhirnya Kejati Jambi minta keterangan beberapa pihak termasuk ZM (Zein Muhamad ) dan beberapa orang dari BRI Jambi, penyidik menemukan bahwa ada kredit yang cair dipergunakan untuk kepentingan lain, seperti bidang usaha properti. Sebagaimana dikatakan Asisten Tindak pidana khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, Andi Herman, pada waktu itu Rabu (14/4- 2010) mengatakan, pihaknya telah menaikkan status kasus dugaan kredit macet senilai Rp52 miliar di BRI Cabang Jambi yang diberikan kepada PT Raden Motor, ke tahap penyidikan.
Dikatakan, adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan kredit sehingga ditemukan kerugian negara senilai Rp52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima kredit Raden Motor, sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja sama antara BRI Cabang Jambi dengan Raden Motor. Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Berkaitan dengan hal itu,Kamis (6 Mei 2010,)pemeriksaan pertama kalinya untuk tersangka Effndi Syam (ES), pegawai BRI Jambi tidak bisa dilakukan karena alasan sakit, dan pemeriksaan dilanjutkan pada mendatang dengan agenda pemeriksaaan sebagai tersangka," tegas Soleh. Secara resmi memang ada surat pernyataan sakit dari dokter atas nama Effendi Syam yang diantarkan langsung oleh kuasa hukumnya kepada tim penyidik kejaksaaan tinggi Jambi.
Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap tersangka lainnya yakni Zein Muhammad (ZM) Pimpinan Perusahaan Raden Motor, sebagai penerima dan pengguna kucuran kredit dari BRI Cabang Jambi, belum bisa dipastikan kehadirannya. Kedua orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka, terkait kasus tindak pidana korupsi, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang didapati kejaksaan dalam penyidikan.
Diduga karena lambannya dalam proses hokum, sehinggaForum Bersama 9 LSM (Forbes) Jambi melakukan unjukrasa di depan BRI Cabang Jambi, menuntut transparansi pengusutan kasus kredit macet sebesar Rp 52 Miliar oleh PT RPL (Reden Motor) usaha jual beli mobil bekas. Demo tersebut sempat membuat aktifitas di BRI Cabang Jambi berhenti tidak melayani nasabah.. Koordinator Forbes Jambi, Rudi Ardiyansyah pada waktu itu mengatakan dan menilai, kasus kredit macet itu terkesan “dipetieskan” oleh Kejati Jambi. Penyelidikan kasus ini sudah sejak akhir 2008 lalu. Namun hingga kini belum ada pihak BRI Cabang Jambi menjadi tersangka.
Menurut Forbes Jambi, agunan Reden Motor diketahui jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit yang diajukan.Rudi juga mengauibahwa pihaknya (Forbes) mendapat informasi pihak Reden Motor memberikan hadiah, sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna memuluskan kredit tersebut,”kata Suparman, koordinator lapangan Forbes Jambi.
Kepala bagian pemberian kredit BRI Cabang Jambi, Robyansyah pada saat itu menerima LSM Forbes Jambi mengatakan, kasus kredit macet tersebut telah diusut oleh pihak Kejati Jambi dan kini proses hukumnya masih berjalan. Menurutnya, pejabat pemberian kredit BRI Cabang Jambi saat itu Es, yang saat sudah bertugas di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sudah diperiksa penyidik Kejati Jambi.
Penyidik intelijen Kejati Jambi terakhir memeriksa saksi ahli adalah Direktur Utama PT RPL Zien Muhammad, mantan account officer (AO) BRI cabang Jambi Effendi Siam, dan akuntan publik Biasa Sitepu yang saat ini tidak ditahan. Untuk mengetahui prosedur dan kesalahan dalam masalah pemberian kredit dari BRI ke Raden Motor. Menurut keterangan yang dihimpun Wartawan Forum Jambi "Saksi RD tidak mengetahui langsung masalah pencairan kredit tersebut namun Es diperiksa memang mengetahui pasti masalah kredit tersebut karena masih menjabat waktu pemberian kredit untuk Raden Motor.Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor , tidak dibuat oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus tersebut dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Dalam kasus diatas, akuntan publik diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha Perusahaan Raden Motor.
Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan akuntan public yang di anggap lalai dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan, Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman sehingga menimbulkan dugaan korupsi. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu. Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini.
Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) dituduh melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu : Pertama. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
Kedua. Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi. Ketiga, Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain. Ke-Empat, Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi. Ke-Lima, Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Kepala KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Lelang Negara) Jambi, Indra Safri mengatakan, Pelelangan yang dilakukan oleh perbankan, melibatkan KPKLN untuk selanjutnya diumumkan akan adanya pelelangan itu di media massa. Indra juga menilai, apa yang dilakukan perbankan terhadap agunan debitur itu juga sebagai syok terapi. "Pengumuman lelang itu bisa jadi syok terapi untuk nasabah yang nunggak. Kadang belum sempat dilelang, agunan itu sudah ditebus duluan,” ujarnya kepada wartawan.
Di KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira 200 permintaan lelang. Dari jumlah itu 50 persennya berasal dari perbankan ,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi tidak semua agunan yang dilelang laku. 10 persen agunan yang laku itu sudah bisa dikatakan bagus,” tuturnya didampingi salah seorang kepala seksi KPKLN Jambi, Artha. Dia menilai, banyak faktor yang membuat recovery rate lelang tinggi. Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini akan membuat debitur yang asetnya dilelang berupaya bagaimana agunannya tak lepas, sementara peserta lelang juga berupaya mendapatkannya.
Melelang agunan debitur yang kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu menjadi salah satu cara untuk menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet. Tidak sedikit, nasabah yang kreditnya macet agunannya berakhir pada pelelangan. Alasan perbankan melelang agunan itu untuk menutupi utang dari debitur kepada bank.
Dalam lelang, yang dicari tentu adalah harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua uang hasil lelang masuk ke bank. Ambil contoh, utang debitur kepada bank sebesar Rp 100 juta, sementara agunan terjual Rp 120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta dikembalikan kepada nasabah.
"Adanya pelelangan ini sangat efektif untuk menekankan angka kredit di perbankan. “Katanya menegaskan.
Pemimpin BRI Cabang Jambi, pada waktu itu Jannus Siagian mengatakan hal senada. BRI memilih melakukan pelelangan untuk menekankan angka kredit macet. Itu merupakan sudah ketentuan bahwa, apabila nasabah tidak sanggup membayar utang, aset yang diagunkan akan dilelang. (Djohan).


BAB IV
PENUTUP

Dari kasus etika profesi akuntansi tersebut maka dapat disimpulkan pelanggaran apa saja yng dilanggar oleh seorang akuntan publik dalam kode etik profsi akuntansi, diantaranya:
1.      Tanggung Jawab Profesi
Dalam kasus ini akuntan publik tidak melakukan tanggung jwab secara profesional dikarenakan akuntan publik tidak menjalankan tugas dengan baik atau tidak profsional dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada tahun 2009.
2.      Kepentingan Publik
Dalam kasus ini akuntan publik tidak menjalankan kepercayaan publik dikarenakan melakukan kesalahan dalam laporan keuangan Perusahaan Raden Motor untuk mengajukan pinjaman ke Bank BRI dengan tidak membuat laporan mengenai empat kegiatan.
3.      Integritas
Akuntan Publik tidak dapat mempertahankan integritasnya sehingga terjadi benturan kepentingan. Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan publik dan kepentingan pribadi dari akuntan publik itu.
4.      Obyektivitas
Akuntan Publik tidak memberikan nilai jasa secara obyektivitas dalam menjalankan tugasnya.
5.      Perilaku Profesional
Disini, didalam kasus ini seorang akuntan publik tidak berprilaku baik dan berperilaku konsisten dalam menjalankan tugasnya dengan membuat pemalsuan laporan keuangan sehingga menyebabkan reputasi profesinya buruk.
6.      Standar Teknis
Akuntan Publik tidak menjalankan etika/tugasnya sesuai pada etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP).




Daftar Pustaka
brainly.co.id/tugas/294234
http://abg01.blogspot.com/2014/08/pengertian-kredit-macet-penyebab-dan.html