Senin, 22 Desember 2014

TugasKelompok softskill (Kasus Lippo)




  Nama Kelompok :
  1. Dewi Febriyanti            (21211955)
  2. Noviana Chandra          (25211241)
  Kelas : 4EB22

KASUS  LIPPO

Beberapa kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari.

Analisis :
Dari kasus diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi akuntan terdapat masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para akuntan harus menunjukkan independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan hasil audit ke masyarakat secara obyektif.
Etika profesi akutan yang dilanggar yaitu:
1.      Tanggung Jawab Pofesi
Karena Ruchjat Kosasih selaku uditor atau partner kantor akuntan publik (KAP) tidak dapat bertanggung jawab sebagai seorang auditor serta tidak profesional dalam kegiatan yang dilakukannya dan juga tidak bisa memelihara kepercayaan masyarakat.
2.      Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk jujur dan berterus terang. Nah kasus diatas tidak menunjukan integritasnya sebagai seorang auditor karena Ruchjat Kosasih tidak memenuhi tanggung jawab profesional dengan integritas setinggi mungkin, dalam kasusu ini Ruchjat Kosasih dibayar untuk mengaudit laporan keuangan ganda pada Bank Lippo.
3.      Obyektivitas
Dalam kasus tersebut Ruchjat Kosasih tidak menunjukan obyektivitasnya sebagai seorang auditor karena tidak memberikan nilai atau jasa yang baik bagi Bank Lippo.
4.      Profesional
Ruchjat Kosasih tidak mempunyai konsisten dengan reputasi profesi yang baik, karena telah melakukan kesalahan dan tidak bekerja secara profesioanal.
Hukuman yang diterima dalam kasus ini yaitu, BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena telah mencantumkan kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002. Serta menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja Prasetio, karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari. 




Sumber :
http://rachmawatinadya.blogspot.com/2013/01/5-kasus-dari-penyimpangan-etika_11.html