Nama Kelompok :
1. Dewi Febriyanti (21211955)
2. Noviana Chandra (25211241)
Kelas : 4EB22
KASUS LIPPO
Beberapa
kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah
laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari
adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30
September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama,
yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28
November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan
yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio,
Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada
manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan
tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa
pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam
laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih)
sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp
1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan
pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan
kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat
pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp
24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena
itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk.
sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa
pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28
Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada
Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko
& Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai
penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari.
Analisis :
Dari kasus diatas dapat
kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi akuntan terdapat masalah yang cukup
pelik di mana di satu sisi para akuntan harus menunjukkan independensinya
sebagai auditor dengan menyampaikan hasil audit ke masyarakat secara obyektif.
Etika profesi
akutan yang dilanggar yaitu:
1. Tanggung
Jawab Pofesi
Karena Ruchjat Kosasih selaku uditor atau partner kantor akuntan
publik (KAP) tidak dapat bertanggung jawab sebagai seorang auditor serta tidak
profesional dalam kegiatan yang dilakukannya dan juga tidak bisa memelihara
kepercayaan masyarakat.
2. Integritas
Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk jujur dan berterus terang. Nah kasus diatas
tidak menunjukan integritasnya sebagai seorang auditor karena Ruchjat Kosasih tidak memenuhi tanggung jawab profesional dengan
integritas setinggi mungkin, dalam kasusu ini Ruchjat Kosasih dibayar untuk mengaudit laporan keuangan
ganda pada Bank Lippo.
3. Obyektivitas
Dalam kasus tersebut Ruchjat Kosasih tidak
menunjukan obyektivitasnya sebagai seorang auditor karena tidak memberikan
nilai atau jasa yang baik bagi Bank Lippo.
4. Profesional
Ruchjat Kosasih
tidak
mempunyai konsisten dengan reputasi profesi yang baik, karena telah melakukan
kesalahan dan tidak bekerja secara profesioanal.
Hukuman yang diterima dalam kasus
ini yaitu, BAPEPAM menjatuhkan
sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar,
karena telah mencantumkan kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian”
di laporan keuangan 30 September 2002. Serta menjatuhkan sanksi denda sebesar
Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio,
Sarwoko & Sandjaja Prasetio, karena keterlambatan penyampaian informasi
penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari.
Sumber
:
http://rachmawatinadya.blogspot.com/2013/01/5-kasus-dari-penyimpangan-etika_11.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar